Aku Kyou Fujiwara, kelas 2 SMU. Aku tinggal sendiri di sebuah daerah di pinggiran ibukota. Sekitar satu kilometer dari sebelah barat rumahku, ada sebuah pantai yang tidak terlalu besar, cukup bagus untuk menenangkan pikiran atau untuk bunuh diri.
Sejak dulu, aku selalu suka memperhatikan sifat dan kepribadian unik orang-orang di sekitarku. Memperhatikan mereka dari kejauhan, membandingkannya dengan beberapa sampel lain yang kukenal. Mencocokkanya satu sama lain, kemudian mengelompokan mereka menurut kemiripannya.
Aku melakukan ini tidak lebih hanya sebagai kesenangan saja, untuk menutupi diriku yang sebenarnya, yang tidak bisa untuk terbuka dalam bersosialisasi.
Untuk mendapatkan seorang teman, aku harus berusaha menyesuaikan sifat dan kepribadianku dengan mereka, agar mereka merasa lega dan nyaman berteman denganku. Tiba waktunya, satu demi satu mereka akan mulai mencurahkan berbagai kekesalan dan kesenangan yang selama ini mereka pendam padaku.
Menurutmu aku menyedihkan?, tidak perlu kau katakan pun aku sudah lebih tahu sejak lama. Tapi hanya itu cara yang bisa kulakukan untuk mempertahankan harga diriku di depan umum. Mengapa? Karena menurut pandanganku, orang yang terlihat tidak mempunyai teman pastinya akan terlihat lebih menyedihkan bukan? Setidaknya, itulah pandanganku hingga saat ini.
Di sekolah, aku menemukan seorang cewek yang menarik bernama Aki. Nakamura Aki, berambut coklat, pendek seperti ayam, sangat populer di sekolah. Tinggi 165cm, mata kebiruan, dan kulit putih kekuningan. Yang membuat ia menarik bukanlah fisiknya yang cantik, melainkan kenyataan bahwa ia populer bukan karena pandai bergaul dan punya banyak teman. Tetapi karena ia tidak pernah terlihat bersama seorang teman.
Banyak orang membicarakan dirinya, seperti “Nakamura itu sebenarnya adalah anak autis”,
“Nakamura itu keturunan otaku gila” atau
“Nakamura itu contoh anak yang mengalami gangguan kejiwaan karena traumaik”, dan masih banyak lagi pandangan aneh mengenai dirinya. Mampu tetap berdiri meski mengetahui fakta itu, sepertinya Nakamura memiliki kepribadian yang cukup kuat. Ya.. setidaknya cukup kuat untuk menghiraukan berbagai pandangan orang tentang dia.
Setiap istirahat siang, Nakamura makan sendirian di atap sekolah. Kadang-kadang sepulang sekolah pun aku melihat Nakamura menikmati angin segar dan kesendiriannya di sana.
Aku pernah bertatapan mata dengannya, saat aku melihatnya dari bawah dengan wajah heran. Sinar matanya tidak seperti tatapan orang kesepian kebanyakan, tatapan matanya tidak tampak kosong dan gelap. Sebaliknya, tatapannya tampak cerah dan lurus. Di kelasnya pun, sepertinya Nakamura bukannya tidak ingin berteman. Nakamura terlihat ingin berteman dengan semuanya, tetapi seperti ada yang tidak lepas dari dalam hatinya.
Selama yang aku tahu, beberapa kali ia terlihat bergabung dengan sekumpulan anak perempuan, tetapi hanya diam dan mendengar mereka berbincang. Wajahnya menghadap ke arah lain, memandang ke tempat yang tidak diketahui oleh semua orang, kecuali dirinya.
Meski Nakamura terlihat menikmati hidup dalam dunia yang ia gambar dalam pikirannya, tetapi aku sangat yakin Nakamura pasti kesepian. Mengapa aku begitu yakin? Karena pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial. Manusia dilahirkan oleh manusia lain, bersosialisasi dengan manusia lain, dan memikirkan manusia lain.
Menurut teori ilmu sosial, tidak ada manusia yang tidak kesepian saat ia sendirian dalam suatu lingkungan masyarakat, meski terkadang manusia itu sendiri tidak menyadarinya. Jadi intinya, lubuk hati cewek itu pasti kesepian, meski ia sendiri mungkin tidak menyadarinya.
Ya… pasti…!!
Pada dasarnya pun, Nakamura adalah cewek yang polos. Ia selalu mencoba melihat apakah orang lain senang dengan tindakannya atau tidak dari ekspresi orang tersebut.
Saat aku sedang menghampiri seorang teman yang kebetulan sekelas dengannya, aku pernah melihatnya membersihkan kelas karena orang yang bertugas saat itu memasang wajah pucat. Sepertinya, orang itu memiliki kegiatan mendesak yang harus segera ia lakukan sepulang sekolah atau dia akan mati. Dan kelihatannya cewek ini mampu memahami itu.
Ia pun pernah tanpa ragu meminjamkan satu dari dua pensilnya kepada seorang bodoh yang lupa membawa pensil saat ujian. Padahal, saat dia menglamai hal yang sama, tidak ada seorangpun yang menawarkannya pinjaman.
Kebetulan saat itu, setengah dari kelas A yang merupakan kelasku dan setengah dari kelas B tempat Nakamura berada disatukan dengan alasan agar tidak terjadi kecurangan, jarak tempat dudukku dengan dia hanya dibatasi oleh dua bangku secara vertikal. Aku melemparkan potongan penghapusku yang sudah kecil hingga mengenai kepalanya, dan dengan lucunya ia malah terlihat lega.
Tunggu, aku tidak pernah bilang kalau aku tertarik padanya, aku hanya menolongnya karena kemanusiaan saja.
Ya, tidak lebih…!!
Mungkin…
Ah, cukup banyak bercerita tentang diriku, aku jadi lupa apa yang ingin kulakukan sebelumnya. Sebentar… pagi ini entah mengapa tubuhku bangun dengan sendirinya tepat saat jarum jam weker menunjuk ke angka 5.23 pagi. Mengapa tubuhku bangun sendiri?
Oh iya… Ini hari Senin….!!
Yup, hari ini hari Senin minggu pertama di bulan November. Dan itu artinya, sekolah! Sekolahku adalah sekolah negeri yang tidak terlalu jauh dari rumah, tetapi tidak bisa dikatakan dekat juga. Bila diukur, mungkin sekitar 45 menit jika berjalan kaki. Karena itulah aku tidak pernah membawa bekal nasi ke sekolah, lagipula membawa bekal akan mewajibkanku untuk bangun lebih pagi lagi. Dan kurasa aku tak sanggup.
Aku memilih membeli roti dari penjual roti bermotor pada pagi hari, menyantapnya saat istirahat siang. Seperti halnya anak-anak SMU kebanyakan, aku masuk ke kelas, mencatat yang perlu dicatat, lalu memerhatikan pelajaran yang diberikan. Hanya itulah yang selalu kulakukan hingga terdengar suara bel.
Teng..teng... bel berbunyi pada pukul 10 siang. Menandakan tibanya jam istirahat. Setelah menyiapkan sebungkus roti isi daging asap yang kubeli tadi pagi, aku menaiki tangga berputar yang menggabungkan koridor lantai empat dengan atap sekolah.
Hari ini aku membuat keputusan yang besar….
Yup, aku memutuskan untuk mengunjungi Aki Nakamura, dengan tujuan menyelidiki kepribadian uniknya yang membuatku penasaran.
Ia sedang memakan bekal makan siangnya. Sejujurnya aku bingung, ekspresi wajah imutnya tetap menunjukan wajah ceria, padahal ia selalu makan sendirian. Tiba-tiba terlintas dipikiranku, apa mungkin aku sedang menemukan manusia spesies langka yang bukan merupakan makhluk sosial? Daripada tetap penasaran, aku memilih menghampirinya dan bertanya tanpa basa-basi.
“Makan sendirian seperti ini, memangnya tidak sepi?”
Nakamura yang baru menyadari kedatanganku menatapku dengan agak bingung sambil membersihkan sedikit nasi yang menempel di bibirnya. Ia menggelengkan kepala, lalu membalas tanpa basa basi juga.
“Tidakkah kamu merasa melewatkan sesuatu yang penting?” , katanya dengan tetap menatapku sambil membersihkan nasi yang menempel dimulutnya.
“A… ah maaf, namaku Kyou Fujiwara” , aku menjawab sambil agak malu...
“Aki Nakamura”, balasnya, sambil melanjutkan makan siang.
Aku mengeluarkan roti daging asap, dan duduk disebelahnya. Uh, ternyata daging dalam roti ini agak sulit digigit. “Hey, kamu ini… apakah tidak ada teman untuk diajak makan bersama?”, tanyaku lagi melanjutkan topik yang kubuat sebelumnya.
Ia menggelengkan kepalanya lagi, kali ini matanya tidak menatapku.
“Kamu menaruh perhatian padaku, sepertinya kamu percaya padaku” , tiba-tiba ia ngelantur. Apa-apaan ini, dia berkata-kata seolah-olah sudah mengenalku sejak lama.
“Bicaramu seolah kita sudah kenal lama, darimana kamu berani berkata begitu?”
“Hati bersihku yang berkata begitu, sepertinya ini bukan kali pertama kau melihatku” , balasnya sambil tersenyum percaya diri.
“Aduuhh...” , aku hanya bisa diam, karena malu untuk membenarkan kata-katanya yang memang merupakan kebenaran.
“Kalau dengan mu, mungkin aku bisa…” gumamnya lagi.
Setelah makan, kami sedikit bercakap-cakap. Meski terlihat agak aneh, tapi saat berada di dekatnya, Nakamura terlihat manis. Wajahnya terlihat ceria, tapi hatinya pasti kesepian… Rasanya, aku ingin melihat keunikannya lagi… Aku ingin membuatnya senang..
Aku…, ingin menjadi temannya......
Oleh :
WAD, Bekasi